Nama Bulan Jawa: Mengenal 12 Bulan dalam Kalender Tradisional Nusantara

Penulis: Chiara Mahardika Kinanti Sarono

Diperbarui: Diterbitkan:

Nama Bulan Jawa: Mengenal 12 Bulan dalam Kalender Tradisional Nusantara
nama bulan jawa

Kapanlagi.com - Kalender Jawa merupakan sistem penanggalan tradisional yang masih digunakan hingga saat ini oleh masyarakat Jawa. Nama bulan Jawa memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan kalender Masehi, meskipun sama-sama terdiri dari 12 bulan dalam satu tahun.

Sistem penanggalan ini memadukan unsur-unsur dari kalender Islam, Hindu-Buddha, dan tradisi Jawa asli. Setiap nama bulan Jawa memiliki makna filosofis dan berkaitan erat dengan tradisi serta ritual yang dilakukan masyarakat Jawa.

Menurut Ensiklopedi Budaya Islam Nusantara yang disusun oleh Tim Kementerian Agama, bulan Suro atau Muharram dalam tradisi Jawa bukanlah bulan untuk bersenang-senang, melainkan bulan untuk merenung dan bermunajat kepada Allah agar keselamatan terus menyelimuti bumi.

1. Pengertian dan Sejarah Kalender Jawa

Pengertian dan Sejarah Kalender Jawa (c) Ilustrasi AI

Kalender Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta daerah yang mendapat pengaruhnya. Penanggalan ini memadukan sistem penanggalan Islam, sistem penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat.

Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka), Sultan Agung dari Mataram mengeluarkan dekret yang mengganti penanggalan Saka berbasis perputaran matahari dengan sistem kalender kamariah atau lunar berbasis perputaran bulan. Uniknya, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah.

Sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu, saptawara) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram meliputi seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia, dan Banyuwangi.

Kalender Jawa menunjukkan perputaran hidup antara manusia dengan kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sistem penanggalan ini umumnya digunakan untuk menetapkan momen-momen penting seperti hari pernikahan, membaca watak seseorang, dan meramalkan nasib.

2. Daftar Lengkap 12 Nama Bulan Jawa

Daftar Lengkap 12 Nama Bulan Jawa (c) Ilustrasi AI

Berikut adalah urutan lengkap nama bulan Jawa beserta jumlah harinya dalam satu tahun:

1. Sura (30 hari): Bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Islam.
2. Sapar (29 hari): Bertepatan dengan bulan Safar dalam kalender Islam.
3. Mulud (30 hari): Bertepatan dengan bulan Rabiul Awal dalam kalender Islam.
4. Bakda Mulud (29 hari): Bertepatan dengan bulan Rabiul Akhir dalam kalender Islam.
5. Jumadil Awal (30 hari): Bertepatan dengan bulan Jumadil Awal dalam kalender Islam.
6. Jumadil Akhir (29 hari): Bertepatan dengan bulan Jumadil Akhir dalam kalender Islam.
7. Rejeb (30 hari): Bertepatan dengan bulan Rajab dalam kalender Islam.
8. Ruwah (29 hari): Bertepatan dengan bulan Syaban dalam kalender Islam.
9. Pasa (30 hari): Bertepatan dengan bulan Ramadhan dalam kalender Islam.
10. Sawal (29 hari): Bertepatan dengan bulan Syawal dalam kalender Islam.
11. Sela (30 hari): Bertepatan dengan bulan Dzulkaidah dalam kalender Islam.
12. Besar (29/30 hari): Bertepatan dengan bulan Dzulhijah dalam kalender Islam.

Sebagian nama bulan diambil dari kalender Hijriyah dengan nama-nama Arab, tetapi beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Sela, dan kemungkinan juga Sura, sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu.

3. Makna dan Filosofi Nama Bulan Jawa

Makna dan Filosofi Nama Bulan Jawa (c) Ilustrasi AI

Setiap nama bulan dalam kalender Jawa memiliki makna filosofis yang mendalam dan berkaitan dengan aktivitas spiritual serta tradisi masyarakat Jawa. Bulan Sura, sebagai bulan pertama, memiliki makna khusus dalam tradisi Jawa sebagai bulan untuk introspeksi dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Bulan Mulud mendapat namanya dari perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada bulan Rabiul Awal. Sementara itu, bulan Pasa dinamakan demikian karena bertepatan dengan bulan Ramadhan ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa. Bulan Ruwah berasal dari kata "arwah" karena pada bulan ini tradisi mengenang arwah leluhur sering dilakukan.

Menurut Ensiklopedi Budaya Islam Nusantara, sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan, sedangkan waspada berarti manusia juga harus terjaga dari godaan yang menyesatkan.

Bulan Besar mendapat namanya karena berkaitan dengan ibadah haji dan Iduladha yang merupakan peristiwa besar dalam Islam. Nama-nama bulan lainnya seperti Sapar, Rejeb, dan Sawal memiliki kemiripan dengan nama bulan dalam kalender Hijriyah namun disesuaikan dengan pengucapan dan bahasa Jawa.

4. Tradisi dan Ritual dalam Bulan-Bulan Jawa

Tradisi dan Ritual dalam Bulan-Bulan Jawa (c) Ilustrasi AI

Setiap bulan dalam kalender Jawa memiliki tradisi dan ritual khusus yang dilakukan masyarakat Jawa. Bulan Suro menjadi bulan yang paling kaya dengan berbagai tradisi spiritual dan ritual keagamaan.

Ritual Suroan biasanya diperingati pada malam hari setelah maghrib pada hari sebelum tanggal satu, yang disebut malam satu Suro. Hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam. Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa dan dianggap kramat terlebih bila jatuh pada Jumat Legi.

Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berintrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu. Di Kraton Surakarta Hadiningrat, kirab malam 1 Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah. Sedangkan di Yogyakarta, setiap malam satu Suro digelar acara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng keraton yang diikuti ribuan warga.

Bulan Sapar juga memiliki tradisi khusus yaitu Rebo Wekasan. Menurut Ensiklopedi Budaya Islam Nusantara, Rebo Wekasan berarti hari Rabu yang terakhir dari bulan Safar, di mana dilakukan berbagai ritual seperti shalat tolak balak, berdoa dengan doa-doa khusus, minum air jimat, dan selametan untuk terhindar dari berbagai musibah.

5. Sistem Perhitungan dan Siklus Kalender Jawa

Sistem Perhitungan dan Siklus Kalender Jawa (c) Ilustrasi AI

Kalender Jawa memiliki sistem perhitungan yang unik dengan menggabungkan periode peredaran bulan, periode saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran). Untuk memperoleh rumusan yang mudah dipahami masyarakat, diambil perhitungan siklus 8 tahun yang disebut windu.

Dalam 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) selalu jatuh pada hari-hari tertentu dan membentuk pola yang berulang di windu berikutnya. Pada awal diterapkannya kalender Jawa pada tahun 1555 Jawa Islam, ditentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip selalu jatuh pada hari Jumat Legi.

Namun untuk penyesuaian siklus bulan yang sesungguhnya, setiap kurup (periode 120 tahun/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan. Pada saat ini, tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon, karenanya periode ini disebut dengan siklus kurup Alip Selasa Pon atau kurup Asapon.

Kalender Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu sedangkan kalender Hijriyah memiliki 11 tahun kabisat setiap 30 tahun. Dalam kurun 120 tahun (15 windu) jumlah tahun Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun Hijriyah ada 44, sehingga ada 1 hari setiap 120 tahun yang harus dibuang.

6. FAQ (Frequently Asked Questions)

1. Apa saja nama bulan Jawa secara berurutan?

Nama bulan Jawa secara berurutan adalah: Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Sela, dan Besar. Total ada 12 bulan dalam satu tahun kalender Jawa.

2. Mengapa bulan pertama dalam kalender Jawa disebut Sura?

Bulan Sura mendapat namanya dari Hari Asyura yang terjadi pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam. Bulan ini bertepatan dengan bulan Muharram dan dianggap sebagai bulan suci untuk introspeksi dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

3. Apa perbedaan nama bulan Jawa dengan bulan Hijriyah?

Meskipun bertepatan dengan bulan Hijriyah, nama bulan Jawa disesuaikan dengan pengucapan dan bahasa Jawa. Contohnya Muharram menjadi Sura, Safar menjadi Sapar, Ramadhan menjadi Pasa, dan Dzulhijah menjadi Besar.

4. Berapa jumlah hari dalam setiap bulan Jawa?

Jumlah hari dalam bulan Jawa bervariasi antara 29-30 hari. Bulan ganjil (Sura, Mulud, Jumadil Awal, Rejeb, Pasa, Sela) memiliki 30 hari, sedangkan bulan genap (Sapar, Bakda Mulud, Jumadil Akhir, Ruwah, Sawal) memiliki 29 hari. Bulan Besar memiliki 29 atau 30 hari tergantung tahun kabisat.

5. Apa tradisi khusus yang dilakukan pada bulan Sura?

Bulan Sura memiliki berbagai tradisi seperti ritual Suroan, kirab malam 1 Suro, ngumbah keris (membersihkan keris pusaka), kungkum (berendam di sungai atau mata air), tirakatan (tidak tidur semalam suntuk), dan pagelaran wayang kulit.

6. Bagaimana sistem perhitungan tahun dalam kalender Jawa?

Kalender Jawa menggunakan sistem windu (siklus 8 tahun) dengan nama tahun: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Setiap 120 tahun disebut satu kurup, dan saat ini berlaku kurup Asapon di mana tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon.

7. Apakah kalender Jawa masih digunakan hingga sekarang?

Ya, kalender Jawa masih digunakan hingga sekarang terutama oleh masyarakat Jawa untuk menentukan hari baik pernikahan, membaca watak seseorang, menghitung peruntungan, dan melaksanakan berbagai tradisi serta ritual keagamaan yang berkaitan dengan budaya Jawa.

Rekomendasi
Trending