Urutan Nama Kasta di Bali: Memahami Sistem Wangsa dalam Budaya Hindu Bali
Diterbitkan:

urutan nama kasta di bali
Kapanlagi.com - Sistem penamaan di Bali memiliki keunikan tersendiri yang mencerminkan struktur sosial masyarakat Hindu Bali. Urutan nama kasta di Bali mengikuti sistem catur wangsa yang terdiri dari empat tingkatan sosial berdasarkan tradisi Hindu.
Tradisi penamaan ini bukan sekadar identitas, melainkan cerminan dari garis keturunan dan peran sosial dalam masyarakat Bali. Meskipun kini tidak lagi diterapkan secara kaku, sistem ini masih dipertahankan dalam upacara adat dan perkawinan tradisional Bali.
Mengutip dari Pengantar Ilmu Politik dan Ruang Lingkupnya, sistem kekerabatan di Bali mengenal klen-klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa), sehingga ada kecenderungan perkawinan dilakukan antara orang yang sederajat. Pemahaman tentang urutan nama kasta di Bali menjadi penting untuk memahami struktur sosial masyarakat Hindu Bali secara menyeluruh.
Advertisement
1. Pengertian Sistem Kasta dalam Budaya Bali
Sistem kasta di Bali berasal dari ajaran Hindu yang disebut Catur Varna, yaitu pembagian masyarakat berdasarkan fungsi dan tugas masing-masing kelompok. Sistem ini mulanya bersumber dari sistem warna yang terdapat dalam ajaran agama Hindu, namun mengalami pergeseran makna hingga menjadi sistem wangsa yang kita kenal saat ini.
Dalam kitab suci Rg Weda Mandala X, Catur Warna secara mitologis dikatakan lahir dari Dewa Brahma. Setiap golongan memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda namun saling melengkapi dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun terdapat hierarki, pada hakikatnya semua warna atau kasta memiliki kepentingan yang sama bagi kelangsungan alam semesta.
Eriksen menyatakan bahwa sistem kasta sebagai sebuah tatanan yang mengelompokkan semua masyarakat Hindu-Bali ke dalam kelompok-kelompok endogam dengan keanggotaan herediter. Sistem ini memisahkan dan menghubungkan seseorang dengan yang lainnya melalui tiga karakteristik: pemisahan menyangkut perkawinan dan kontak, pembagian kerja dalam setiap kelompok yang mewakili satu profesi tertentu, dan hirarki yang memilah masyarakat ke dalam kasta tinggi dan rendah.
Melansir dari Manawa Dharmasastra, untuk melindungi alam ini, Tuhan Yang Maha Cemerlang menentukan kewajiban yang berlainan terhadap mereka yang lahir dari mulutnya, dari tangannya, dari pahanya dan dari kakinya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kasta memiliki tugas dan fungsi yang berbeda namun sama pentingnya.
2. Kasta Brahmana: Tingkatan Tertinggi dalam Hierarki Sosial
Brahmana merupakan kasta tertinggi dalam sistem wangsa Bali yang berasal dari keturunan pendeta atau rohaniawan. Dalam mitologi Hindu, golongan brahmana diceritakan lahir dari mulut Dewa Brahma yang memberikan pencerahan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab suci Slokantara yang menyatakan bahwa orang Brahmana lahir dari kepala atau mulut Brahma.
Keturunan dari kasta brahmana biasanya diawali dengan gelar Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu (disingkat Dayu) untuk perempuan. Pada masa lalu, kasta brahmana adalah golongan rohaniwan atau pemuka agama, yaitu pendeta, pedanda, beserta keluarganya. Mereka tinggal di suatu kompleks hunian yang disebut griya, diwariskan berdasarkan garis keturunan leluhur mereka pada masa lalu.
Orang-orang dengan kasta brahmana biasanya sangat dihormati di kalangan masyarakat karena dianggap dekat dengan hal-hal yang bersifat religius. Ketika berbicara dengan orang yang berkasta brahmana, masyarakat menggunakan sor singgih basa Bali yaitu bahasa alus singgih sebagai bentuk penghormatan.
Sekarang, tidak semua keturunan brahmana berprofesi sebagai pemuka agama. Mereka sudah masuk ke dalam berbagai lapangan pekerjaan dan tidak semua keturunannya masih menetap di griya. Namun, gelar dan status sosial mereka tetap dipertahankan sebagai penghormatan terhadap leluhur.
3. Kasta Ksatria: Keturunan Raja dan Bangsawan
Kasta Ksatria merupakan tingkatan kedua dalam hierarki sosial Bali yang terdiri dari keturunan raja dan bangsawan. Dalam mitologi Hindu, golongan ksatria diceritakan lahir dari tangan Dewa Brahma yang menjadikan mereka memiliki kekuasaan untuk memerintah dan melindungi masyarakat.
Keturunan dari kasta kesatria biasanya diawali dengan berbagai gelar seperti Anak Agung (disingkat Gung), Cokorda (disingkat Cok), Gusti, Dewa (atau Dewa Ayu dan Desak untuk perempuan), Ngakan, Agung, dan Bagus. Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di puri atau sekitar puri, yaitu kediaman leluhur mereka yang memerintah atau mengabdi pada masa lalu.
Pada mulanya, kasta kesatria merupakan orang-orang dengan profesi di bidang pemerintahan, baik sebagai raja, menteri, pejabat militer, bupati, maupun abdi keraton. Peran utama mereka dalam pemerintahan, politik, serta menjaga keamanan dan stabilitas menjadikan kasta ini sangat dihormati dalam masyarakat Bali.
Sama dengan kasta brahmana, ketika berbicara dengan orang yang berkasta ksatria, masyarakat juga menggunakan bahasa Bali alus sebagai bentuk penghormatan. Saat ini, keturunan kasta kesatria bekerja dalam berbagai macam profesi dan jabatan, tidak lagi terbatas pada bidang pemerintahan seperti masa lampau.
4. Kasta Waisya: Kelompok Pedagang dan Pengusaha
Waisya merupakan kasta urutan ketiga dalam sistem wangsa Bali yang berasal dari keturunan pedagang dan pengusaha. Dalam kitab suci Rg Weda Mandala X, golongan waisya dikatakan lahir dari perut atau paha Dewa Brahma yang dimaknai sebagai tanda kesejahteraan dan kemampuan menciptakan kemakmuran.
Keturunan kasta Waisya biasanya diawali dengan gelar Kompyang, Sang, Si, Gusti, Ngurah, Dewa, Desak, atau Ngakan. Pada masa lalu, sebagian kelompok pemakai gelar ini ada yang berasal dari kasta kesatria namun karena melakukan kesalahan, mereka diturunkan menjadi kasta waisya.
Kelompok waisya dikenal sebagai bagian masyarakat yang mandiri dan berkontribusi besar pada perekonomian. Dukungan terhadap kesejahteraan masyarakat diwujudkan melalui pekerjaan sebagai pedagang, petani, atau pengelola sumber daya. Pada mulanya, kelompok waisya mendominasi bidang niaga dan industri.
Kini, sebagian keturunan waisya tidak lagi menggunakan nama depannya, terkait banyaknya asimilasi kelompok ini dengan kaum sudra pada masa lalu. Meski tidak sangat dihormati seperti orang-orang dengan kasta Brahmana atau Ksatria, dalam kehidupan sosial masyarakat Bali, orang dengan kasta waisya masih cukup terpandang dan mereka kini bekerja di berbagai bidang.
5. Kasta Sudra: Mayoritas Masyarakat Bali
Sudra adalah kasta terbesar di Bali yang mencakup sebagian besar masyarakat. Dalam mitologi Hindu, kasta Sudra dikatakan lahir dari kaki Dewa Brahma yang menandakan sebuah pelayanan dan pengabdian. Kelahiran yang berasal dari kaki Dewa Brahma ini menunjukkan tugas dari kasta sudra yang berhubungan dengan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat.
Keturunan kasta sudra dicirikan dengan nama tanpa gelar kebangsawanan, melainkan langsung mengacu pada urutan kelahiran sesuai tradisi Bali seperti Wayan, Putu, Gede, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang, dan Ketut. Pada masa lampau, golongan sudra terdiri dari buruh dan petani.
Pekerjaan manual seperti bertani, beternak, dan tugas-tugas lain yang mendukung kebutuhan sehari-hari menjadi tanggung jawab utama dalam kasta ini. Meski berada di kasta terbawah, kontribusi Sudra sangat penting dalam menopang berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali.
Karena posisinya sebagai kasta terbawah dalam 4 tingkatan kasta yang ada di Bali, orang-orang dengan kasta sudra biasanya tidak memiliki gelar apapun di namanya. Mereka juga biasanya tidak diistimewakan melalui sor singgih basa Bali dan dapat berbicara dengan bahasa biasa. Kini, golongan sudra sudah bekerja di berbagai profesi, mulai dari pejabat negara hingga buruh kasar.
6. Sistem Penamaan Berdasarkan Urutan Kelahiran
Selain sistem kasta, masyarakat Bali juga mengenal sistem penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak yang menjadi ciri khas unik budaya Bali. Sistem penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak hanya mengenal 4 urutan kelahiran saja, dan keluarga yang memiliki anak lebih dari empat orang dapat menggunakan kembali nama-nama depan sebelumnya.
1. Anak pertama: diberi nama depan Wayan, berasal dari kata wayahan yang artinya "lebih tua". Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah Putu dan Gede. Kata putu artinya "cucu", sedangkan gede artinya "besar".
2. Anak kedua: diberi nama depan Made, berasal dari kata madya yang berarti "tengah". Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga dapat diberi nama depan Nengah yang juga diambil dari kata "tengah". Ada pula nama Kade atau Kadek, bentuk variasi dari Made.
3. Anak ketiga: diberi nama depan Nyoman atau Komang. Nama Nyoman ditenggarai berasal dari kata anom yang berarti "muda" atau "kecil", sedangkan bentuk variasinya adalah nama Komang.
4. Anak keempat: diberi nama depan Ketut, berasal dari kata kitut yang berarti "sisa" atau ketuwut yang bermakna "mengikuti" atau "membuntuti".
Pada masa lalu, penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak cenderung digunakan oleh orang Bali dari golongan kasta-kasta atas, sedangkan orang Bali dari kasta sudra tidak banyak yang menggunakan pola penamaan tersebut. Pada masa selanjutnya, pola penamaan berdasarkan urutan kelahiran akhirnya digunakan secara umum oleh sebagian besar orang Bali dan kini telah menjadi ciri khas kebudayaan orang Bali.
7. FAQ (Frequently Asked Questions)
1. Apa saja urutan nama kasta di Bali dari yang tertinggi?
Urutan nama kasta di Bali dari yang tertinggi adalah Brahmana (Ida Bagus/Ida Ayu), Ksatria (Anak Agung, Cokorda, Gusti, Dewa), Waisya (Kompyang, Sang, Si), dan Sudra (Wayan, Made, Nyoman, Ketut).
2. Bagaimana cara mengetahui kasta seseorang dari namanya?
Kasta seseorang dapat diketahui dari gelar atau awalan nama mereka. Brahmana menggunakan Ida Bagus/Ida Ayu, Ksatria menggunakan Anak Agung/Cokorda/Gusti, Waisya menggunakan Sang/Si/Kompyang, sedangkan Sudra menggunakan nama urutan kelahiran tanpa gelar.
3. Apakah sistem kasta di Bali masih berlaku saat ini?
Sistem kasta di Bali masih diakui secara budaya namun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari semakin fleksibel. Kasta kini lebih berfungsi sebagai identitas keluarga dan digunakan dalam upacara adat serta perkawinan tradisional.
4. Apa perbedaan antara sistem kasta dan sistem wangsa di Bali?
Sistem kasta berasal dari ajaran Hindu Catur Varna, sedangkan sistem wangsa adalah adaptasi lokal Bali yang lebih menekankan pada garis keturunan dan identitas keluarga daripada pembagian tugas sosial yang kaku.
5. Mengapa nama orang Bali sering berulang seperti Wayan, Made, Nyoman, Ketut?
Nama-nama tersebut menunjukkan urutan kelahiran anak dalam keluarga. Wayan untuk anak pertama, Made untuk anak kedua, Nyoman untuk anak ketiga, dan Ketut untuk anak keempat. Sistem ini hanya mengenal 4 urutan dan akan berulang untuk anak kelima dan seterusnya.
6. Bisakah orang dari kasta berbeda menikah di Bali?
Secara hukum dan agama, pernikahan antar kasta diperbolehkan, namun dalam praktik adat tradisional masih ada kecenderungan perkawinan dilakukan antara orang yang sederajat. Namun, pandangan ini semakin fleksibel di era modern.
7. Apa makna filosofis dari sistem kasta di Bali?
Secara filosofis, sistem kasta di Bali menggambarkan pembagian tugas dan fungsi dalam masyarakat yang saling melengkapi. Setiap kasta memiliki peran penting yang berbeda namun sama-sama berkontribusi bagi keharmonisan dan kelangsungan hidup masyarakat Bali.
(kpl/cmk)
Chiara Mahardika Kinanti Sarono
Advertisement